Sunday, February 14, 2010
New Posting
Salam. Dear All, ini nih tulisan baru ana, akan dipublish di buletin LDK UPIM UNTAD, selamat membaca

PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI DALAM ISLAM
Rahmawati Latief

Seorang laki-laki menghadap ke Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam
“Wahai Rasulullah, aku ingin Islam tetapi aku tidak bisa meninggalkan zina”
“Relakah bila ibu kamu dizinai? tanya Rasulullah dengan lembut
Lelaki itu menjawab “Tidak”
“Lalu relakah bila putri kamu dizinai? tanya Rasulullah kembali
Lelaki itu mengulang jawaban yang sama “Tidak”
“Dan relakah bila bibi kamu dizinai? sapa Rasulullah kembali
Lelaki itu kembali menjawab “Tidak”.
Akhirnya Rasulullah bersabda “Bagaimana orang lain akan rela, padahal kamu sendiri tidak rela dengan hal itu?”.
Seketika itu juga pemuda yang bertanya tadi membayangkan sikap orang-orang ketika kerabat mereka dizinai, seperti sikapnya ketika kerabat wanitanya dizinai. Semangat ke-Islaman mulai menyeruak di dalam dada dan akhirnya dia berkata “Aku bertaubat kepada Allah dari perbuatan zina”. [1]

Perbincangan di atas disaksikan oleh para sahabat Rasulullah, dan beberapa di antara mereka sempat terpancing emosi karena mereka merasa kesal dengan pertanyaan pemuda tersebut yang dianggap bertendensi hawa nafsu, tetapi Rasulullah adalah ahli komunikator terbaik yang dimiliki oleh ummat Islam, panduan uswatun hasanah yang penuh kasih sayang dan keteladanan. Pertanyaan pemuda tersebut ditanggapi dengan berbagai pertanyaan retoris yang mampu membangkitkan kesadaran seorang pemuda yang gemar berzina untuk bertaubat kepada Allah subhanahuwataala. Beliau tidak perlu meninggikan suara, marah tanpa terkontrol, atau menunjukkan kekesalan dengan wajah yang merah padam dan genggaman kepalan tangan, dan ia pun tidak perlu menyampaikan dalil-dalil haramnya perbuatan zina secara eksplisit, namun Rasulullah mengemas pesan secara bijak dengan menyentuh hati pemuda tersebut agar nilai-nilai Islam tersampaikan secara baik. Retorika Rasulullah di sampaikan dengan cara sederhana, tidak menggurui, cerdas, jujur, dan menggugah. Retorika yang muncul dari pancaran kepribadian yang mempesona, yang istiqomah perkataan dan perbuatannya.
Rasulullah menerapkan seluruh prinsip-prinsip komunikasi dalam al-Quran secara konsisten sehingga tidak mengherankan kalau peradaban masyarakat Madinah pada masa awal adalah bukti konkret keberhasilan dakwah Rasulullah. Digambarkan, hubungan sosial masyarakatnya sangat hangat dan indah, saling menghargai dan menghormati di tengah-tengah perbedaan, tidak saling memaksakan kehendak dan pendapat sendiri. Keberhasilan ini tidak lepas dari kemampuan Rasulullah dalam mengkomunikasikan ajaran-ajaran Islam dengan baik yang didukung oleh kemuliaan budi pekerti. [2] Dengan demikian, strategi berkomunikasi yang benar mestilah merujuk kepada strategi Rasulullah dalam berkomunikasi.
Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia telah mengatur prinsip-prinsip berkomunikasi yang baik dengan cara melakukan komunikasi yang baik, jujur, benar, penuh lemah lembut, dan membekas dalam jiwa agar ajaran-ajaran Islam dapat dipahami dengan baik oleh ummat. Perintah komunikasi melibatkan unsur komunikator, pesan, media, komunikan, efek agar komunikasi dapat berjalan efektif. Efektif maksudnya bahwa pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dipahami oleh komunikan sehingga menimbulkan efek yang signifikan terhadap komunikan. Di dalam Al-Quran tidak dijelaskan secara eksplisit tentang pengertian komunikasi tetapi prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dijelaskan melalui beberapa term dalam beberapa surah seperti Qaulan Balighan (QS 4:63), Qaulan Maisuran (QS 17:28), Qaulan Kariman (QS 17:23), Qaulan Ma’rufan (QS 2:235, 4:5&8, 33:32), Qaulan Layyinan (QS 20:44), Qaulan Sadidan (QS 4:9. 33:70). [3] Prinsip-prinsip ini tidak hanya digunakan dalam kegiatan dakwah tetapi seluruh aspek kehidupan manusia yang menggunakan kegiatan komunikasi.

Prinsip-Prinsip Komunikasi

Ada beberapa prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam yang akan dijelaskan berikut ini:

1. Qaulan Balighan

Di dalam term al-Quran, term Qaulan Balighan disebut hanya sekali dalam surah An-Nisa: 63.
“Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.”
Term baligh yang berasal dari ba la gha, oleh para ahli bahasa dipahami sampainya sesuatu kepada sesuatu yang lain, atau sampainya mengenai sasaran atau tujuan, juga bisa dimaknai dengan “cukup” (al-kifayah), sehingga perkataan yang baligh adalah perkataan yang membekas dan merasuk dalam jiwa manusia. [4]
Dilihat dari definisi di atas, maka pemahaman tentang balighan termasuk dalam kategori prinsip komunikasi yang efektif. Pesan harus disampaikan mengenai sasaran dengan metode yang tepat. Khutbah-khutbah Rasulullah yang disampaikan secara singkat, tapi padat makna dengan mimik wajah yang serius dan diksi yang menyentuh hati para pendengarnya adalah salah satu contoh penggunaan qaulan balighan.


2. Qaulan Maisuran

Term ini hanya ditemukan sekali saja dalam surah Al-Isra ayat 28.
“Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang lemah lembut.”
Pada prinsipnya, qaulan maisuran adalah segala bentuk perkataan yang baik, lemah lembut, dan melegakan. [5] Ada juga yang menjelaskan bahwa qaulan maisuran adalah menjawab dengan cara yang sangat baik, lemah lembut, dan tidak mengada-ada. Ada juga yang berpendapat sama dengan pengertian qaulan ma’rufan. Artinya perkataan yang maisur, adalah ucapan yang wajar dan sudah dikenal sebagai perkataan yang baik bagi masyarakat setempat. [6]
Ucapan yang lemah lembut adalah perisai seorang muslim dalam berkomunikasi. Meskipun konflik perbedaan pendapat semakin panas tetapi kalau metode penyampaian dapat dilakukan secara lemah lembut biasanya debat yang terjadi akan terkontrol, namun perkataan lemah lembut ini tidak muncul begitu saja melainkan harus dilatih dan diiringi dengan budi pekerti yang baik.

3. Qaulan Kariman

Term ini ditemukan dalam al-Quran hanya sekali saja dalam surah Al-Isra ayat 23.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya dengan perkataan yang baik.”
Pemahaman ayat di atas memberikan petunjuk untuk berbuat baik kepada orang tua khususnya lagi kepada orang tua yang sudah berusia lanjut untuk tidak mengatakan “ah”, tidak membentak keduanya, dan diperintahkan mengucapkan perkataan yang baik atau qaulan kariman kepada mereka.
Dalam hal ini, al-Quran menggunakan term karim yang secara kebahasaan berarti mulia. Term ini bisa disandarkan kepada Allah, misalnya Allah Maha Karim, artinya Allah Maha Pemurah; juga bisa disandarkan kepada manusia, yaitu menyangkut keluhuran akhlak dan kebaikan prilakunya. Artinya, seseorang akan dikatakan karim, jika kedua hal itu benar-benar terbukti dan terlihat dalam kesehariannya. [7] Namun, jika term karim dirangkai dengan kata qaul atau perkataan, maka berarti suatu perkataan yang menjadikan pihak lain tetap dalam kemuliaan, atau perkataan yang membawa manfaat bagi pihak lain tanpa bermaksud merendahkan. [8]

4. Qaulan Ma’rufan

Di dalam al-Quran term ini disebut empat kali, pertama dalam surah Al-Baqarah ayat 235.
“Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kata-kata yang baik…”
Kedua, dalam surah An-Nisa ayat 5
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. “
Ketiga, dalam surah An-Nisa ayat 8
“Dan apabila waktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”
Keempat, dalam surah al-Ahzab ayat 32
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemahlembutkan suara), dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”.
Menurut A. Husnul Hakim IMZI (2008), kata ma’ruf di dalam al-Quran terdapat sebanyak 38 kali, yang bisa diperinci sebagai berikut :
a. Terkait dengan masalah tebusan dalam masalah pembunuhan, setelah mendapatkan pemaafan terkait dengan wasiat.
b. Terkait dengan persoalan thalaq, nafkah, mahar, ‘iddah, pergaulan suami isteri.
c. Terkait dengan dakwah.
d. Terkait dengan pengelolaan harta anak yatim.
e. Terkait dengan pembicaraan atau ucapan.
f. Terkait dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Menurut al-Ishfahani, term ma’ruf menyangkut segala bentuk perbuatan yang dinilai baik oleh akal dan syara. [9] Dalam beberapa konteks al-Razi juga menjelaskan bahwa qaulan ma’rufan adalah perkataan yang baik, menancap ke dalam jiwa, sehingga yang diajak bicara tidak merasa dianggap bodoh. [10] Perkataan yang mengandung penyesalan ketika tidak bisa memberi atau membantu. [11] Perkataan yang tidak menyakitkan dan yang sudah dikenal sebagai perkataan yang baik. [12]

5. Qaulan Layyinan

Di dalam al-Quran term Qaulan Layyinan hanya ditemukan sekali saja dalam surah Thaha ayat 44.
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”
Asal makna layyin adalah lembut atau gemulai, yang pada mulanya digunakan untuk menunjuk gerakan tubuh. Kemudian kata ini dipinjam untuk menunjukkan perkataan yang lembut. [13] Sementara yang dimaksud dengan qaulan layyinan adalah perkataan yang mengandung anjuran, ajakan, pemberian contoh di mana si pembicara berusaha meyakinkan pihak lain bahwa apa yang disampaikan adalah benar dan rasional, dengan tidak bermaksud merendahkan pendapat atau pandangan orang yang diajak bicara tersebut. Dengan demikian, qaulan layyinan adalah salah satu metode dakwah, karena tujuan utama dakwah adalah mengajak orang lain kepada kebenaran, bukan untuk memaksa dan unjuk kekuatan. [14]

6. Qaulan Sadidan

Di dalam al-Quran term qaulan sadidan disebutkan dua kali. Pertama dalam surah An-Nisa ayat 9
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
Kedua, dalam surah Al-Ahzab ayat 70
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.”
Berkaitan dengan perkataan qaulan sadidan, ada banyak penafsiran, antara lain perkataan yang jujur dan tepat sasaran [15], perkataan yang lembut dan mengandung kemuliaan bagi pihak yang lain [16], pembicaraan yang tepat sasaran dan logis [17], perkataan yang tidak menyakitkan pihak lain [18], perkataan yang memiliki kesesuaian antara apa yang diucapkan dengan apa yang di dalam hatinya [19]

Realitas dan Solusi

Dari uraian di atas jelas terlihat prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam yang sumbernya berasal dari al-Quran mengajarkan kita berkomunikasi secara jujur, benar, rasional, lemah lembut, tidak menyakiti perasaan orang lain, tidak memandang rendah orang lain, tidak munafik, padat makna dan tepat sasaran, istiqomah antara ucapan, hati dan perbuatan, pernyataan membekas dalam jiwa, ajakan berbuat kebaikan, tidak mengada-ada dan komunikasi yang membawa kebaikan dan manfaat kepada orang lain.
Namun secara realitas prinsip-prinsip ini belum terlaksana dengan baik dalam kehidupan manusia. Dalam konteks kegiatan dakwah, para da’i dan aktivis masih banyak menggunakan metode komunikasi koersif atau memaksa kepada mad’unya atau objek dakwah dalam melaksanakan perintah Allah, pesan yang disampaikan sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah tetapi menggunakan cara yang kurang simpatik, sehingga sebahagian para jamaah meninggalkan acara-acara pegajian atau sebahagian para jamaah mengatakan bahwa isi dakwah hanya berbicara tentang surga dan neraka saja. Kadang-kadang hal ini juga temukan dalam dakwah yang dilakukan di dalam rumah, para pemuda-pemudi Muslim yang baru saja mendapatkan ilmu agama dari para ustadz-ustadzahnya menyampaikan ilmunya dengan cara yang melukai hati orang tua atau para kerabat. Mereka menganggap bahwa kebenaran itu wajib disampaikan meskipun pahit. Tentunya tidak ada yang salah dengan pesan yang disampaikan tetapi metode yang tidak bijak dapat menimbulkan persoalan yang baru. Keluarga bisa semakin jauh dengan dakwah yang kita lakukan.
Dalam dunia pendidikan, ini pun banyak terjadi, pendidik menyampaikan ilmu kepada siswa atau mahasiswa dengan menggunakan pendekatan dan komunikasi yang kaku, alergi terhadap kritik dari anak didik, menganggap dirinya (pendidik) adalah satu-satunya sumber kebenaran, padahal ilmu itu dapat berkembang melalui adu kritik yang cerdas, sehat dan terkontrol. Di dalam pergaulan sehari-hari, kita masih sangat sering menemukan percekcokan yang bermuara kepada tingkat kriminal yang serius (misalnya: pembunuhan, penikaman, pembakaran, perkelahian massal) karena kata-kata kasar yang tidak dipikirkan atau karena hal-hal yang sepele tetapi tidak diiringi oleh permintaan maaf. Penulis pernah melihat kejadian nyata di jalan Jatiwaringin, Jakarta Timur, ketika sopir mikrolet menyenggol secara tidak sengaja sebuah mobil yang dikendarai oleh seorang pilot yang akan bergegas ke bandara, dengan kata-kata kasar penuh amarah sang pilot memaki-maki sang sopir. Saya hanya trenyuh melihat kejadian seperti ini. Persoalan sepele dapat menjadi pemicu keluarnya kata-kata kasar yang melukai.
Dalam dunia keluarga, komunikasi yang tidak Islami masih sangat sering terjadi, seorang ibu memaki-maki anak yang berusia 2 tahun karena menumpahkan semangkok bakso di atas karpet ruang tamu, padahal anak yang berusia 2 tahun itu belum bisa bernalar dengan baik. Atau seorang suami yang memarahi isterinya dengan kata penuh celaan karena terlambat menyajikan makanan tepat waktu. Atau sebaliknya seorang isteri mengucapkan kata-kasar kepada suami karena memberikan nafkah yang tidak cukup kepadanya. Atau seorang kakak yang cekcok kepada adiknya karena menggunakan motor kesayangannya tanpa seizinnya. Ketidakharmonisan komunikasi dalam keluarga ini sangat sering terjadi, padahal yang kita sakiti adalah orang-orang yang kita cintai atas nama Allah. Semestinya penerapan komunikasi yang Islami dan baik mestilah berawal dari rumah karena rumah adalah sekolah pertama untuk berkomunikasi dengan penuh kasih sayang bagi penghuninya sebelum mereka keluar dan melakukan interaksi dengan komunitas yang lain.
Hal ini juga semakin diperburuk oleh tayangan dalam sebahagian besar televisi yang sering mempertontonkan dialog-dialog kasar dalam beberapa program TV. Dialog tersebut bisa berbentuk kata-kata ejekan, celaan yang merendahkan kaum minoritas seperti orang-orang cacat dan pembantu atau perkataan yang mengeksploitasi unsur-unsur seksual terhadap perempuan atau perkataan yang tidak santun terhadap orang tua, guru dan kerabat yang seharusnya kita hormati. Tragisnya tayangan-tayangan ini dinikmati oleh anggota keluarga kita tanpa disadari bahwa televisi dapat menjadi ‘guru’ dalam membentuk model komunikasi yang buruk.
Solusi untuk semua ini, mestilah berawal dari kesadaran bahwa setiap apa yang kita ucapkan dalam bentuk perkataan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah subhanahuwataala di hari akhirat kelak. Hal ini jelas dalam firman-Nya, surah An-Nur: 24 “Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” Dengan kesadaran seperti ini, tentunya akan berfungsi sebagai alat kontrol setiap perkataan yang akan kita ucapkan. Kedua, belajar untuk melatih diri berkomunikasi secara baik terhadap orang tua, kerabat, guru, tetangga, kolega dan sesama manusia. Sebab komunikasi yang baik akan muncul dari kebiasaan yang baik. Ketiga, memperkecil mudharat dari komunikasi negatif yang kita lakukan. Misalnya menahan mengucapkan perkataan kasar ketika sedang marah. Tidak menyindir terlalu berlebihan ketika sedang kesal terhadap seseorang. Keempat, berdoa agar terhindar dari ucapan yang buruk dan dosa-dosa lisan. Dengan demikian, dunia ini akan semakin damai dengan penerapan prinsip-prinsip komunikasi yang Islami. Semoga.

Glugor, P.Penang, 13022010
(Penulis adalah alumni of Media and Communication Studies (MENTION), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), pernah mengajar di FISIP Ilmu Komunikasi Universitas Tadulako (UNTAD) Palu, kini menetap bersama suami di Pulau Penang, Malaysia ).

Catatan Kaki :
[1]. http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=288&Itemid=193
[2]. A. Husnul Hakim, IMZI, Prinsip-Prinsip Komunikasi dalam Al-Quran: Suatu Kajian Tafsir Tematik.http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=37&Itemid=34
[3]. http://www.wahdah.or.id/wis/index.php?option=com_content&task=view&id=288&Itemid=193 dan http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=37&Itemid=34
[4]. Ibn ‘Asyur al-Tahrir, jilid 4, h.978
[5]. Al-Qurthubi, al-jami, jilid 10, h.107
[6]. Al-Razi, Mafatih al-Ghaib, jilid 20, h.155
[7].Al-Ishfahani, al-Mufradat, pada term karama, h.428
[8].Al-Ishfahani, al-Mufradat h. 429
[9].Al-Ishfahani, al-Mufradat, pada term ‘Arafa, h.331
[10].Al-Razi, Mafatih, jilid 9, hal. 152
[11].Al-Razi, Mafatih, jilid 9 hal. 161
[12].Al-Razi, Mafatih, jilid 25 hal.180
[13].Ibn ‘Asyur, al-Tahrir, jilid 16, hal. 225
[14].Ibn ‘Asyur, al-Tahrir, jilid 16, hal. 225
[15].Al-Razi, Mafatih, juz 9, hal 199
[16].Al-Razi, Mafatih, juz 9, hal 99. Mengutip dari al-Zamakhsyari
[17].Rasyid Ridha, al-Manar, jilid 4, h.327
[18].Al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi, jilid 4, hal 2021
[19].Ibn ‘Asyur, al-Tahrir jilid 14, h.3403
Catatan kaki no [4] hingga [19] dikutip dalam tulisan di web http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=37&Itemid=34
posted by Ummu Hani @ 8:17 PM   0 comments
Thursday, March 13, 2008
Menikmati Perjalanan Di Negeri Paman Sam
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Apa kabar semuanya? maaf baru up date lagi krn kesibukan yang tak habis-habisnya dan juga ada skala prioritas kegiatan, nah ini dia oleh-oleh dari USA, tapi tulisan ini sudah dipublish di Majalah YASMIN Malaysia untuk Edisi Spesial Maret 2008, sebuah majalah yang didedikasikan untuk para muslimah Indonesia di Malaysia khususnya para Tenaga Kerja Wanita kita yang penuh dengan cobaan dan penderitaan disana, kebetulan saya lebih suka menulis di YASMIN karena nilai manfaatnya lebih besar bagi TKW. Selamat Membaca.


Menikmati Perjalanan Di Negeri Paman Sam

Saya pernah besar di Mesir dan Malaysia, tapi saya menganggap bahwa menjadi muslim yang baik di Amerika begitu menyenangkan karena kebebasan berbicara yang dijunjung tinggi (Imam Faizal Ali, New York City)


Begitulah petikan komentar yang diucapkan oleh Imam Faizal Ali, salah satu Imam di Islamic Center di New York City, kepada reporter program acara As-Salam di TV 3 Malaysia pada bulan Ramadhan 2007, yang saya nikmati sebelum saya berangkat ke Amerika Serikat. Berbekal hasil pengamatan di acara As-Salam yang memang menfokuskan kepada kehidupan ummat Islam di Amerika Serikat membuat saya lebih lega melangkahkan kaki ke negara Paman Sam yang konon katanya sebagai lokomotif peradaban ilmu dan teknologi bagi negara maju dan modern, dan juga sekaligus sebagai penyebar kerusakan moral dan budaya. Wallahu Alam Bisshawwab.
Sebagai Fellow International Fellowship Program (IFP) Ford Foundation di Universiti Kebangsaan Malaysia, saya memiliki kewajiban untuk mengikuti program Leadership, Culture, Social Justice and English di University of Arkansas, Amerika Serikat selama 9 minggu. Kepastian untuk mengikuti program ini baru saya iyakan pada bulan Agustus tahun lalu, sebab saya masih berpikir menyelesaikan tesis dulu sebelum berangkat, namun Allah berkehendak lain saya mesti berangkat ke sana untuk term Fall I pada bulan Oktober hingga Desember 2007 sebagai kesempatan terakhir buat fellow IFP cohort 3.

Singkat cerita, saya pun mulai mempersiapkan dokumen perjalanan untuk memperoleh visa. Selama proses pengurusan visa, walaupun lumayan repot tapi Alhamdulillah, semua berjalan begitu lancar dan mudah, setelah wawancara yang saya jalani selama tiga menit saja di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kuala Lumpur, akhirnya visa J1 (jenis visa khusus untuk a visitor student) keluar juga. Sebelumnya saya mendengar banyak cerita bahwa pengurusan visa ke Amerika cukup rumit dan kadang-kadang ada hasil wawancaranya yang tidak lulus membuat saya tetap harap-harap cemas dalam pengurusan visa ini.

Pukul 6 sore, 20 Oktober 07, Saya, Een dan Iran, berangkat ke KLIA dengan menggunakan mobil kancil. Kami bercerita banyak, dan juga sempat mohon do’a kepada mereka semoga urusan imigrasi bisa dimudahkan ketika tiba di O’Hare International Airport di Chicago sebagai salah satu pintu gerbang masuk ke Amerika. Sebelum saya berangkat, staf IFP Ford Foundation di Jakarta sudah mewanti-wanti untuk berhati-hati dalam proses imigrasi karena dua bulan sebelumnya, dua orang fellow IFP FF, mesti membuka jilbabnya di tempat umum saat di integorasi oleh petugas imigrasi di Honolulu International Airport ketika mereka hendak ke University of Hawai di Manoa. Yah, berangkat ke Amerika memang sangat berbeda ketika kita akan berangkat ke Malaysia, ke Singapura, ke benua Asia, Australia, Afrika ataupun Eropa. Sejak peristiwa 11 September 2001 yang menelan banyak korban, pemerintah Amerika sangat ketat dengan imigran dan pengunjung dari negara-negara muslim, jadi wajar saja kalau saya agak deg-degan juga dengan perjalanan ini. Dengan banyak-banyak berdoa dan selalu sigap mempersiapkan kelengkapan dokumen, akhirnya saya berangkat sendirian juga ke Amerika Serikat. Meski masih terngiang-ngiang di telinga ucapan seorang brother dari Jordan, mahasiswa Ph.D Computer Science di USM, sebelum berangkat dia berkata “Sister, be careful if you will go alone to USA, please remember the hadits Safar for women by Ahmad, Bukhari and Ibnu Hajar (Ukhti, hati-hati jika engkau pergi sendirian ke USA, tolong ingat kembali hadits safar untuk perempuan yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Ibnu Hajar)” . Aku hanya berkata saya berangkat dalam tujuan belajar dan kondisinya memang mesti berangkat sendiri krn saat itu saya tidak mungkin pulang ke Indonesia untuk berangkat bersama dengan teman-teman lain karena kendala tesis. I just believe that Allah knows my main niyyah (Saya hanya percaya bahwa Allah tahu niat utamaku).

Tepat pukul 11 malam waktu KL, saya take off dari KLIA menuju Narita International Airport, Tokyo dengan menggunakan pesawat Japan Airlines (JAL). Perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar 6 jam sungguh terasa nyaman dan mengasyikkan. Di dalam pesawat, saya hanya melihat wajah-wajah yang bermata sipit, berkulit putih dengan senyum yang khas dan berbahasa Jepang. Walapun saat itu jujur saja saya merasa kesepian, karena tak ada satu pun wajah muslimah saat itu. Di sebelah saya, duduk seorang perempuan Jepang yang tidak bisa berbahasa Inggris, akhirnya kami hanya menggunakan bahasa isyarat. Sambil menghabiskan waktu, saya menonton film Evan Almighty yang diproduksi oleh Amerika Serikat yang dianggap menghina riwayat Nabi Nuh. Sayangnya saya tidak menghabiskan filem itu karena mata saya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi untuk tidak tidur. Akhirnya saya tiba di airport dengan selamat, kembali saya mengucapkan Alhamdulillah. Selama 5 jam di Narita, saya menyaksikan suasana bandara yang begitu besar, rapi, teratur, bersih dan cukup padat, disinilah saya pertama kali disapa dengan ucapan Assalamu Alaikum oleh seorang ibu muslimah dengan anaknya yang berasal dari Turki. Dia menyapa saya dengan ramah. Subhanallah kami berkenalan selama 10 menit, ternyata ia seorang mahasiswa dan ibu rumah tangga di Jepang yang berniat berlibur ke negaranya. Akhirnya ketemu dengan muslimah juga, batinku. Pukul 2 siang hari waktu Jepang, saya kembali take off dari Narita menuju O’Hare International Airport, Chicago, dan disinilah awal pemeriksaan yang tidak lazim kepada warga negara non Jepang dan non Amerika. Setelah boarding pass, saya mengalami pemeriksaan badan dan tas oleh seorang petugas wanita dari Asia yang ternyata cukup paham dengan bahasa Indonesia, hal itu juga berlaku pada seorang warga negara Eropa. Sedangkan penumpang lain tidak mendapatkan perlakuan yang sama. Meski dia hanya mengatakan bahwa ini hanya pemeriksaan biasa. Saya mulai merasakan ada perbedaan saat itu, meskipun ia memeriksa saya dengan ramah.

Perjalanan dari Jepang menuju Chicago, sungguh merupakan perjalanan yang mendebarkan buat saya, perjalanan yang ditempuh selama 11 jam ini hampir separuh perjalanan membuat badan saya menjadi sedikit terguncang-guncang karena keadaan cuaca yang sangat dingin diluar sehingga membuat pesawat United Airlines yang saya tumpangi menjadi bergoyang-goyang agak lama. Beberapa hari sebelum berangkat, saya sudah ditelpon dengan teman yang lagi belajar di Illinoi University, Chicago, “Rahma, be careful with Tornado (Rahma, hati-hati dengan Tornado)”. Tornado semacam angin puting beliung yang berputar-putar kencang dan dahsyat membentuk gambaran seperti spiral. Tornado ini sering terjadi di Amerika utamanya didaerah dataran rendah seperti di Oklahoma. Alhamdulillah, akhirnya pukul 10 pagi waktu Chicago, saya sudah tiba dengan selamat di O’Hare. Sebelum menghadap ke loket petugas imigrasi, saya berdoa banyak-banyak agar semuanya dimudahkan, dari sekitar 600 penumpang yang antri di depan loket petugas imigrasi tak satupun wajah muslimah yang kutemui, kembali saya merasa minoritas di tempat ini, saya merasa berada di planet lain. Tiba giliran saya untuk diintegorasi oleh petugas loket, dengan penuh kepercayaan diri dan juga harap-harap cemas, saya menyerahkan semua dokumen saya kepada petugas loket, dan Alhamdulillah, dengan proses yang hanya lima menit, semuanya lancar, dan paspor saya pun telah dicop. Wah, bandara O’Hare ternyata besar sekali, prediksiku bandara ini lebih besar dari Narita dan dua kali lebih besar dari KLIA, selanjutnya saya ke terminal yang lain untuk mengambil penerbangan domestik menuju Fayatteville, Arkansas.

Di bandara ini, saya bertemu dengan brother dari Bangladesh, yang menunjukkan jalan menuju terminal berikutnya, dan ternyata beliau adalah manajer dari Starbuck Coffee yang membuka toko di bandara itu. Dia menawarkan untuk lunch di kafenya, tapi saya menolak dengan halus, bagaimanapun saya tetap mesti hati-hati dengan orang pertama kali kita kenal di negeri yang minoritas Islam kayak Amerika ini. Sambil menyusuri bandara, saya menjumpai banyak sekali toko-toko makanan, tapi saya sangat khawatir dengan kehalalannya, akhirnya saya hanya membeli orange juice dan pisang. Lagi-lagi saya menjadi pengamat di bandara ini, saya mengamati banyak kulit hitam yang menjadi pekerja pembersih, dan mayoritas kulit putih bekerja sebagai pegawai di loket-loket tiket dan boarding pass. Apakah Amerika masih rasis yah dengan perbedaan kulit hitam dan putih? batinku. Tak terasa waktu beranjak siang, saya coba mensms Ms. Alannah Massey, supervisorku di Univeristy of Arkansas, eh ternyata dia membalasnya dan dia sangat bahagia kalau aku sudah di Chicago. Dia berjanji akan menjemputku dua jam lagi di Fayatteville. Sejam kemudian saya take off dari O’Hare Chicago ke Northwest Regional Airport, Fayatteville, Arkansas. Perjalanan ditempuh selama dua jam dengan pesawat United Airlines, dan sungguh sangat melelahkan, tapi yang membuat saya bahagia ketika saya benar-benar menikmati pemandangan di bawah dengan melihat-lihat pemandangan dari atas pesawat, nampak jelas hutan-hutan dengan pohon-pohon dan daun-daun yang berwarna-warni, dan sangat tertata rapi, berbeda dengan kondisi hutan-hutan kita di Indonesia yang relatif warna daunnya hanya berwarna hijau, akhirnya saya menggumam seperti inikah Amerika? pemandangannya sangat indah dari atas, saya sempat melihat aliran sungai, mungkinkah itu sungai Missisippi yah? sungai yang sangat terkenal di Amerika dan sering dijadikan latar belakang pembuatan film-film yang diproduksi Hollywood. Saya terkenang ketika saya ke Jeddah, King Saudi Arabia, pertengahan Desember 2006, dari atas pesawat saya menyaksikan gumpalan pasir yang berwarna coklat dan membentuk padang pasir yang eksotik. Kini saya melihat suasana yang berbeda, Subhanallah, sesungguhnya Allah Maha Sempurna dalam menciptakan segala sesuatunya.

Belajar, Beradaptasi, dan Berjuang

Tujuan utama datang ke tempat ini adalah belajar. Belajar tentang kepemimpinan, budaya, keadilan sosial dan bahasa Inggris. Selama sembilan minggu, saya benar-benar disibukkan dengan kegiatan akademik. Kelas English dimulai dari pukul 8.30 pagi hingga pukul 3 siang di Spring International Language Center, University of Arkansas, kemudian dilanjutkan dengan kelas kepemimpinan, budaya dan keadilan sosial pukul 3.15 siang hingga pukul 7-8 malam yang diadakan diberbagai tempat, bahkan Sabtu dan Ahad pun kami masih memiliki kelas tambahan. Untuk program kepemimpinan, budaya dan keadilan sosial bentuk kelasnya dalam bentuk kunjungan ke berbagai tempat yang disesuaikan dengan minat setiap peserta dan juga partisipasi dalam kelas seni dan kreasi. Kami terdiri atas 15 peserta Fellow IFP Ford Foundation yang berasal dari berbagai negara seperti Egypt, Peru, Mexico, Chile, Rusia, dan Indonesia. Kunjungan ini tidak hanya sekedar kunjungan, melainkan kami mendapatkan persentase, arahan dan juga disertai diskusi dan diakhiri pembuatan laporan kunjungan untuk diserahkan ke supervisor kami.

Kami mengunjungi tempat-tempat yang menarik dan sangat menambah ilmu pengetahuan seperti Little Rock yang merupakan ibukota dari Arkansas. Oh ya, Arkansas ini merupakan tempat kelahiran William J Clinton atau lebih dikenal dengan Bill Clinton, mantan Presiden USA yang menjabat selama dua periode. Disini kami sempat berkunjung ke The Clinton Presidential Library, perpustakaan milik Bill Clinton, yang mana perpustakaan ini sangat megah dan koleksi bukunya yang sangat banyak. Di dekat perpustakaan ini juga ada sekolah pasca sarjana di bidang pelayanan masyarakat, dan juga ada musium khusus yang mengoleksi cindera mata Bill Clinton dan Hillary Clinton dari manca negara, dokumentasi pidato, arsip-arsip dan foto-foto selama dia menjabat sebagai presiden USA selama dua periode. Di ruang yang berbeda dipamerkan miniatur tempat kerja Presiden USA, dan ruang rapat Presiden dan koleganya serta patung-patung beberapa presiden USA terdahulu. Menariknya, semua miniatur, koleksi cindera mata, dokumentasi pidato, arsip-arsip, dan foto-foto disusun secara apik, sistematis, dan indah sehingga sedap dipandang mata. Kunjungan berikutnya ke Little Rock Central High School, sebuah sekolah SMU yang pernah terjadi konflik rasis antara murid-murid Amerika yang berkulit hitam dan murid-murid Amerika yang berkulit putih, disekolah ini kami singgah diruang pameran tentang sejarah konflik tersebut. Masih tersimpan dengan rapi foto-foto, arsip-arsip, petikan tulisan-tulisan dari saksi-saksi sejarah, rekaman video di layar televisi hingga rekaman suara yang bisa dinikmati langsung lewat telepon otomatik. Dari dua kunjungan ini saya banyak belajar tentang pentingnya teknik pendokumentasian yang ditata secara apik, setidak-tidaknya kujungan ini mengajarkan bahwa pendokumentasian yang apik sebagai salah satu cara mengenali sejarah secara real sehingga kita dapat mengambil hikmah. Perjalanan dilanjutkan ke The Heifer International Project, lembaga non profit yang bergerak dibidang pengembangan komunitas, penyaluran bahan sandang, pangan dan papan, pendidikan, kesehatan, peningkatan kesejahteraan perempuan dan anak-anak. Fokus daripada organisasi ini adalah negara-negara yang miskin dan sementara membangun, nah di lokasi Heifer inilah saya dan teman-teman terkejut melihat bendera Indonesia yang berkibar dengan gagahnya.Oh rupanya negara kita termasuk sebagai negara penerima bantuan.

Di hari yang berbeda kami berkunjung ke daerah Fayatteville dan Springdale, disini kami mengunjungi Seven Hills, sebuah tempat penampungan bagi orang-orang miskin dan tak mampu di Fayatteville. Ketika persentase dan diskusi dilakukan sebuah pertanyaan menarik terlontar dari teman saya, Brother Atef dari Egypt, ia bertanya mengapa masih banyak orang miskin di negara super adidaya seperti USA, persentator memberikan jawaban bahwa ini hanya sebuah fenomena nyata yang tidak diketahui oleh negara lain. Dan mirisnya, dukungan dana Seven Hills, 90 persen berasal dari masyarakat. Pemerintah tidak memberikan kontribusi langsung kepada lembaga-lembaga sosial seperti ini. Saya pun manggut-manggut mendengarkan persentase tersebut, dan terbayang bahwa betapa banyaknya dana yang dikeluarkan untuk biaya perang dengan misi yang kadang-kadang emosional dibanding dengan biaya untuk pemeliharaan orang-orang miskin.
Selain itu kami berkunjung City Council Meeting, sebuah pertemuan dengan dewan parlemen kota di Fayatteville, disini kami boleh bercermin betapa ramah dan demokratisnya hubungan antara pejabat dan masyarakat; lalu ada kunjungan ke media cetak dan media elektronik seperti Community Access TV, The Morning News Newspaper dan KUAF Radio. Saya hanya berdecak kagum ketika melihat kualitas mesin produksi surat kabar mereka yang mampu mencetak ratusan ribu eksemplar tiap harinya dan kembali mengangkat topi kepada mereka melihat suasana kebebasan ekspresi di kalangan komunitas televisi dalam memberikan kritik kepada kebijakan pemerintah. Dan lagi-lagi pembiayaan untuk radio seperti KUAF ini berasal 70 persen dari masyarakat dan 30 persen dari pihak swasta. Disini tersirat betapa besarnya kesadaran terhadap pentingnya informasi dalam masyarakat Fayatteville sehingga mereka rela merogoh koceknya untuk donasi. Kunjungan yang sangat berkesan adalah kunjungan terakhir ketika kami berada di Northwest Ark Sexual Abuse Recovery di Springdale. Dengan persentase dan diskusi yang sangat seru, maka saya pun paham bahwa kebebasan berekspresi bisa menjadi salah ketika tidak berlandaskan nilai-nilai agama. Di lembaga ini jelas-jelas ada satu program yang disepakati dan disetujui oleh pemerintah dalam mendukung kepentingan pihak minoritas kaum gay dan lesbian. Menariknya, diskusi pada tempat ini berjalan lancar dan tidak terkesan emosional meskipun saya satu-satunya peserta muslim saat itu. Saya sempat bertanya kebijakan terhadap perlindungan kaum gay dan lesbian yang sangat dilindungi oleh mereka. Yah jawabannya lagi-lagi kebebasan hak asasi manusia atau menurutku bisa jadi ini merupakan tanda kemunduran peradaban disana.

Oh ya, ternyata pembelajaran budaya tidak hanya melalui kunjungan, persentase dan diskusi, tetapi juga boleh dilakukan lewat partisipasi dalam kelas karya seni dan kreasi. Kelas seni dan kreasi ini terbagi atas tiga kelas: melukis, pembuatan boneka, dan seni pahat. Aktifitas ini memberikan kebebasan berekspresi kepada setiap peserta untuk membuat hasil karyanya berdasarkan referensi dari budaya mereka masing-masing dan saya memilih seni pahat yang bagiku adalah hal yang baru dan menantang. Wah, ternyata kelas ini mesti ‘berasyik masyuk’ dengan tanah liat, kertas, bau silikone dan seni memahat. Di satu sisi menyenangkan karena memperoleh pelajaran baru, dengan seni pahat ini kita boleh memahat beraneka bahasa dalam sebuah miniatur bola bumi (globe) yang terbuat dari tanah liat, meski disisi lain saya kurang suka karena membuat pekerjaan yang rentan membuat noda di pakaian dan tangan
Disamping program kunjungan dan kelas seni dan kreasi, kami juga menghadiri program Homestay. Sebuah program pengenalan budaya Amerika dengan menetap di keluarga Amerika selama tiga hari. “Ms. Alannah, I dislike the dog so I don’ want to follow the Homestay Program (Ibu Alannah, saya tidak suka dengan anjing itu sehingga saya tidak mau mengikuti program Homestay ini)”. Begitulah kira-kira komplain saya dengan supervisor ketika mesti mengikuti program Homestay. Namun akhirnya, saya ikut juga program Homestay selama tiga hari walaupun hampir mundur karena bersikukuh tidak ingin mendapatkan keluarga yang memelihara anjing dalam rumah. Memelihara pet (hewan peliharaan seperti anjing dan kucing) merupakan life style atau gaya hidup orang Amerika. Sama halnya dinegara-negara maju lainnya, pet ibarat anak mereka sendiri, dan mereka memperlakukan seperti layaknya manusia. Di sisi lain memang bagus karena menumbuhkan kepekaan mencintai makhluk Allah, tapi disisi lain bagi muslim anjing termasuk binatang yang diharamkan untuk dipelihara. Jadilah akhirnya saya ‘berdebat’ di menit-menit terakhir dengan supervisorku sebelum berangkat, setelah perjanjian disepakati bahwa anjing diletakkan diluar rumah maka barulah saya memutuskan untuk berangkat. Saya tidak tahu apa yang berkelebat dalam benar supervisorku saat itu melihat saya dan teman saya begitu bersikukuh tentang masalah anjing ini. Ah, saya hanya membatin bahwa ini baru perjuangan riak-riak kecil ditengah laut, belum gelombang besar ukhti. Tetapi ketika saya datang dia tersenyum manis dan hanya berkata “Finally, you come here rahma, (akhirnya, kamu datang juga Rahma)”. Alhamdulillah, the Homestay program membawa hikmah yang besar, saya tinggal dengan keluarga muda yang sangat baik dan seide denganku. Kami berdiskusi banyak hal mulai dari ketidakramahan sebahagian masyarakat Amerika ketika menyaksikan ibu-ibu menyusui di tempat publik, tingginya angka perceraian, kebijaksanaan pemerintah USA dalam hal pendidikan dan pemeliharaan orang-orang miskin. Walaupun ini hanya diskusi kecil dan mungkin subjektif tapi ide-ide kami sangat klop karena perempuan lawan diskusi saya bukan seorang feminis, melainkan perempuan ‘tradisional’ dan juga lulusan sarjana bidang ilmu keluarga dan pengembangan manusia di University of Arkansas, yang menikah muda pada usia 18 tahun. Bagiku, profilnya sangat menarik karena dia berasal dari negara yang cenderung mengabaikan nilai-nilai sejati sebuah keluarga.
Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan diatas bukan berarti tanpa beradaptasi dan berjuang. Kedua sikap ini mesti kita gunakan ketika berada di sebuah negara yang sangat jauh perbedaannya dengan kampung halaman kita atau tempat belajar. Apalagi di negeri yang tingkat fobia Islamnya (ketakutan terhadap Islam) cukup tinggi seperti di Amerika Serikat. Di minggu-minggu pertama, saya mesti beradaptasi dengan cuaca yang sangat dingin hingga dibawah derajat nol. Kebetulan Arkansas terletak di bagian tengah Amerika, termasuk daerah yang paling dingin kalau dilihat segi iklimnya. Berikutnya mesti beradapatasi dengan pertanyaan teman-teman non muslim tentang urgensi Hijab, mengapa tidak boleh rambut saya diperlihatkan, mengapa tidak memakan daging babi, mengapa kalau makan dan minum mesti duduk, hingga ke soal poligami. Disusul pertanyaan kritis yang lainnya, mengapa ada perempuan Islam masih memperlihatkan rambutnya di depan laki-laki sedangkan saya dilihat sangat tertutup hingga pertanyaan mengapa saya mesti duduk ketika makan dan minum sedangkan yang lainnya tidak. Proses adaptasi tidak hanya sampai disini tetapi juga proses berjuang mencari makanan halal, tempat shalat di kampus, menahan pandangan terhadap pergaulan bebas yang terjadi di mana saja dan kapan saja, hingga berjuang berjalan kaki selama satu jam di bawah cuaca dingin yang suhunya di bawah nol untuk melaksanakan Shalat Idul Adha di Islamic Center. Saat itu, ingin rasanya air mata ini berlinang sebab jarangnya bus kampus beroperasi di pagi hari karena kebetulan menjelang hari Natal, dan mobil teman-teman muslim yang lain sudah pada penuh. Saya bayangkan bukan jauhnya berjalan kaki tetapi cuaca dingin dan dalam keadaan berpuasa saat itu. Akhirnya saya dan ditemani seorang teman tiba di Islamic Center dengan penuh perasaan suka cita dan cukup kelelahan karena berjalan lama. Rasa lelah semakin berkurang ketika menunaikan shalat Id bersama, dan berkumpul kembali dengan sesama saudara-saudari semuslim yang berbeda etnik dan negara.Uniknya, setelah menunaikan Shalat Id kami dijamu dengan berbagai makanan dari berbagai negara seperti India, Bangladesh, Pakistan, Sri Langka, Timur Tengah, Amerika, Indonesia, dan Malaysia. Ups, makanan-makanan ini tersaji layaknya seperti cerminan dari makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu dalam aqidah Islam. Masha Allah.

Muslim di Amerika

Hari liburan Thanksgiving pun tiba. Liburan yang didasari atas perayaan terima kasih kepada siapa saja yang diadopsi dari sejarah ritual perpindahan orang-orang Eropa ke Amerika karena ingin mendapatkan kebebasan beragama (Kristen) di negara ini. Liburan selama lima hari saya manfaatkan dengan mengikuti acara tahunan ke sebelas Muslim American Society (MAS) di Los Angeles, California. Alhamdulillah, berkat kemurahan hati dari teman lama di UNHAS, Sister Frilla, dan kini menetap di California bersama keluarganya, akhirnya saya berangkat atas sponsornya dari Fayatteville menuju California dengan transit di Atlanta dan Mempis. Lagi-lagi saya berangkat sendiri, tapi dengan mengucapkan Basmallah, perjalanan ini saya lakoni saja. Tiba di Ontario Airport di California, saya duduk menunggu salah satu teman terbaikku ini, bagaimanakah rupanya setelah hampir tujuh tahun kami tidak bersua? Masha Allah, beberapa menit kemudian dia muncul dengan suaminya (Brother Mujeeb) dan juga anaknya Tarik Muhammad. Silaturahmi pun terekat kembali setelah pupus beberapa tahun dan terjalin melalui internet saja dan sesekali telpon. Di California, saya bersilaturahmi dengan keluarga Sister Frida dan Pak Ben, keduanya adalah orang Indonesia juga yang kebetulan aktif di Islamic Center dekat rumah Frilla, dan saya sempat berkunjung ke rumah orang tua Frilla. Dialek Makassar ibunya sama sekali tidak berubah, begitu juga dengan ayahnya, yang justru membuatku gemas dengan kelakuan Si Tarik, anak campuran Toraja, Gorontalo dan India ini. Perilakunya yang hiperaktif sering membuatku tertawa geli.

Tiga hari belajar, tiga hari mendapatkan hal yang baru, tiga hari menjalin silaturahmi, dan tiga hari bersama Frilla dan Frida. Demikianlah hikmah yang saya dapatkan ketika mengikuti 11th Annual Regional Convention sejak 21-25 November 2007, di The Westin Los Angeles Airport Hotel. Pertemuan ini mengangkat tema Islam: The Journey From Inner Peace to World Peace ( Islam : sebuah perjalanan dari perdamaian internal ke perdamaian dunia). Tema yang nuansanya global ini dianggap cocok buat perkembangan dakwah di USA. Pertemuan ini dihadiri sejumlah pembicara yang berkualitas dengan tema-tema sangat beragam seperti Keluarga, Mencapai Pernikahan yang Sukses, Peran Aktifis Dakwah di Kampus, Perbedaan Generasi dan Kesenjangan Budaya, Perdamaian, Identitas Muslim Amerika, Islam dan keadilan sosial, Urgensi Waktu, Islam dan Budaya, Gaya Hidup, Kepemimpinan Perempuan Muslim, Gender, Melawan Islam Fobia, Agenda Muslim Amerika menuju Perdamaian Dunia dan lain-lain. Menariknya, tema-tema yang ditawarkan mencakup persoalan domestik hingga ke masalah global. Akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa kader-kader dakwah di Amerika Serikat ternyata sangat memberikan perhatian terhadap keluarga sebagai institusi terkecil dari masyarakat muslim. Di dalam satu sesi tentang keluarga, terdapat pasangan muda yang menikah muda dan menjelaskan proses ta’aruf yang Islami dan bagaimana kiat-kiat mereka membangun rumah tangga yang Islami. Sesi ini mendapat sambutan yang meriah dari kalangan muda. Khalayak dalam pertemuan ini sangat beragam, pihak panitia memang telah mengatur pertemuan ini untuk segala umur, jadi aktifitas tidak hanya sekedar buat kaum dewasa tetapi juga buat anak-anak dan remaja. Momen seperti ini ibaratnya muktamar buat masyarakat muslim di Amerika Serikat yang terdiri dari berbagai etnik, ras dan negara, dan biasanya memang diadakan di hari-hari libur untuk menghindari bentrokan waktu dengan hari kerja dan hari sekolah. Muslim American Society (MAS) bukan hanya satu-satunya organisasi yang konsen dengan dakwah dan pengembangan komunitas Islami. Disana kita dapat menjumpai organisasi seperti ISNA (Islamic Society North America), ICNA (Islamic Circle North America), MSA (Muslim Student Association) dan persatuan khusus untuk masyarakat Indonesia dapat dikenali melalui organisasi IMSA (Indonesian Muslim Society America). Oh ya, menariknya bahwa semua organisasi diatas dirintis atau dipelopori oleh mahasiswa-mahasiswa di kampus, dan umumnya sebahagian mereka berasal dari negeri Timur Tengah.
Dari hasil pertemuan MAS, saya dapat melihat bahwa menjadi muslim yang baik di Amerika bukanlah perkara yang mudah. Kita mesti berbeda dengan yang lain karena identitas ke-Islaman kita, siap beradaptasi tetapi tetap Istiqomah, dan berani memberikan penjelasan sedetail-detailnya kepada masyarakat non-muslim disana dan Istiqomah dengan penjelasan kita sendiri, dan siap menghadapi sebagian reaksi masyarakat Amerika yang fobia terhadap Islam. Saya teringat diskusi dengan Kak Dian (mahasiswa master di University of Arkansas yang berasal dari Aceh) yang kebetulan membesarkan anak-anaknya yang beranjak remaja di sana. Beliau mengatakan bahwa tidak mudah membesarkan remaja-remaja muslim di Amerika dengan nilai-nilai yang sangat berseberangan dengan nilai-nilai Islam. Kita mesti berani mengajarkan bahwa mereka adalah seorang Muslim, dan mereka mesti ditanamkan konsep untuk bangga dengan ke-Islamannya ditengah-tengah komunitasnya yang non-Muslim. Seorang remaja muslimah yang sekolah di public school (sekolah umum milik pemerintah) dan konsisten dengan jilbabnya adalah sebuah prestasi luar biasa dilihat dari perspektif gerakan dakwah di sana. Sebab menggunakan jilbab saja secara konsisten akan menimbulkan banyak pertanyaan dan kritikan dan mungkin ‘sentimen’ agama dari sebagian remaja disana. Jadi tidak mengherankan jika setiap organisasi Islam disana memiliki program untuk para remaja dan anak-anak agar mereka tetap mampu menjalankan nilai-nilai Islam dengan baik.

Selain itu, dalam ruang pameran di pertemuan ini, beberapa NGO –lembaga non profit- yang sifatnya Islami nampak memamerkan aktifitasnya seperti CAIR, Islamic Relief, Madina Islamic School, Muslim Public Affair Council, dll. Disini jelas terlihat bahwa geliat dakwah di USA sudah lama bangkit dan gerakannya telah menyebar ke seluruh aspek. Umumnya tugas utama NGO ini menyebarkan dakwah sesuai dengan misi dan visi mereka dan juga mempunyai kewajiban untuk memperkenalkan Islam yang ramah dan melawan fobia Islam secara cerdas dan elegan dikalangan masyarakat non-Muslim seperti yang dilakukan oleh CAIR California ketika terjadinya penghinaan terhadap Nabi Muhammad dalam bentuk kartun yang dipublikasikan oleh koran Denmark, pada saat kasus ini sedang bergejolak maka mereka dengan sigap menyebarkan CD, VCD dan DVD gratis dalam edisi bahasa Inggris tentang sejarah Rasulullah Sallahu Alaihi Wassalam kepada masyarakat non-Muslim, demikian pula aksi yang mereka lakukan dalam menyebarkan 30.000 Al-Quran dengan terjemahan bahasa Inggris di kalangan masyarakat non-muslim ketika terjadinya kasus tercemarnya Al-Quran di penjara Guantanamo Bay. Aksi-aksi inilah yang sering masyarakat dunia tidak tahu bahwa di Amerika sendiri para aktifis dakwah mereka telah bergerak dengan cara elegan, cerdas dan sistematik. Mereka tidak bergerak melalui senjata melainkan melalui pena, dialog, workshop, penyaluran donasi, kontribusi bantuan kemanusiaan dan lobbi-lobbi politik. Sehingga sebagai contoh, Islamic Relief yang bergerak dibidang kemanusiaan tidak segan-segan bekerjasama dengan organisasi-organisasi Kristen dalam aksinya sebagai salah satu strategi memperkenalkan nilai-nilai Islam. Lahan dakwah yang menantang di Amerika Serikat tentunya memerlukan strategi yang cerdas dan inovatif. Mereka menghadapi dua tantangan besar dari masyarakat muslim Amerika sendiri untuk bisa menjadi Istiqomah dan dari masyarakat non-Muslim Amerika agar tidak menjadi fobia terhadap Islam dan bisa menerima gaya hidup orang-orang muslim disana.

Memetik Hikmah

Menetap di Amerika sama halnya ketika kita menetap di negara mana saja. Ada kekurangan dan ada kelebihannya. Pengamatan saya selama sembilan minggu disana telah mengubah persepsi awal saya tentang kehidupan disana. Banyak hal positif yang bisa kita lihat seperti model masyarakatnya yang sopan ketika bertemu, sikap mereka terhadap the disabled people (orang-orang cacat) yang sopan, profesionalitas dalam bekerja yang sangat tinggi, sarana pendidikan yang berlimpah, kebijakan berekspresi dan mengeluarkan pendapat yang dijunjung tinggi, kesadaran masyarakat terhadap urgensi donasi, dan seterusnya. Tetapi disisi lain, di negara ini pun memiliki kekurangan, misalnya sistem kapitalisme yang mendominasi sehingga membentuk budaya materialistis dan hedonis, pergaulan yang tak terjaga, tingkat kriminalitas yang tinggi, beberapa kebijakan hak asasi manusia yang kebablasan, sifat individualistik yang tinggi, fobia terhadap Islam, kebijakan politik yang kadang-kadang merugikan negara-negara Islam dan miskin. Tapi bagaimanapun Amerika yah tetap Amerika, negara super adi daya yang lengkap dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Kita hanya berharap masyarakat Muslim disana bisa Istiqomah dengan kehidupannya dan tidak akan ada lagi ucapan seperti ini “I don’t need pray here Rahma because I am in America now” (Saya tidak perlu shalat disini Rahma sebab saya berada di Amerika sekarang). Pernyataan yang sangat mengejutkan saya ketika pertama kali berdiskusi dengan seorang muslim dan juga mahasiswa master University of Arkansas. Dia berasal dari Turkmenistan yang mana kewajiban shalatnya sudah lama ia tinggalkan. Wallahu Allam Bisshawab

(Dedicated to Abu Tarik dan Keluarga di California, Kak Nasir Badu di Illinoi, Dek Cut Intan Meutia di Vermont, PERMIAS dan Fullbright Scholars di Fayatteville, Kak Anik, Mas Ali Rahman, dan Pak Sanusi di Malaysia, thank you so much for your helpful, kindness and sincerity. Hopefully, we always keep in touch whereever you are)


Rahmawati Latief, 020308, 12.06 pm Pusat Hentian Kajang.
Mengenang Kembali Masa-Masa Indah di Arkansas



posted by Ummu Hani @ 9:12 PM   1 comments
Thursday, April 12, 2007
STRATEGI MENGATASI KEGUNDAHAN HATI
STRATEGI MENGATASI KEGUNDAHAN HATI


Handsome Yusuf r.a cried, Allah is enough for me!
Every night brings a new day, Allah alleviates all pain
Everything has its end, Allah is enough for me!
Everything has its end, Allah is enough for me!
(Syair Nasheed “Allah is enough for me” by Zain Bhikha)


Hati adalah kekuatan inti manusia. Dia adalah sekerat daging yang mampu mengalahkan kekuatan jasad seperti yang dikatakan Rasulullah Saw : “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging, jika ia baik, maka baiklah jasad seluruhnya; jika ia rusak, maka rusaklah jasad seluruhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim). Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya posisi hati dalam tubuh manusia, tidak hanya sekedar daging tetapi juga penentu aqidah, penentu budi pekerti dan penentu keputusan terbesar seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits Arbain Nawawiyah bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda “Mintalah fatwamu kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan hati, sedangkan dosa adalah apa-apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberi fatwa yang membenarkanmu.” (H.R Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ad-Darani).

Berdasarkan penjelasan hadits kedua diatas maka tak dapat dipungkiri lagi bahwa hati ibarat petunjuk kebaikan selama hati kita masih suci dan bersih dan juga bisa jadi sebagai petunjuk kejahatan ketika hati kita sudah ternoda dengan dosa dan maksiat. Sebab hati pun memiliki beberapa penggolongan yaitu hati yang bersih atau suci, hati yang sakit dan hati yang jahat dan hanya hati yang bersih yang mampu memberikan petunjuk yang benar. Secara sunnatullah sifat hati selalu berbolak-balik yang mana sesuai sifat dasar manusia yang sering khilaf. Akibatnya hati kadang-kadang menjadi tenang, nyaman, yakin, percaya akan Allah, dan stabil tapi kadang-kadang pula dia menjadi terbalik; menjadi liar, gelisah, gundah, resah, tidak nyaman dan tidak stabil. Inilah kombinasi hati manusia.

Kegundahan hati yang disebabkan oleh problematika hidup yang penuh dengan konflik, persoalan dan tantangan bisa menyebabkan hati kehilangan cahaya-Nya dan nurani kebaikan sehingga perlu segera ditemukan terapinya. Olehnya Allah yang Maha Ar-Rahman dan Ar-Rahim telah memberikan solusi-solusi kegundahan hati dengan obat mujarab yaitu Al-Quran Karim. Salah satu firman-Nya “Inilah adalah Al-Quran yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan seizin Allah menuju jalan Allah yang Maha Perkasa dan Maha Terpuji.” (Q.S Ibrahim: 1). Banyak ayat-ayat Al-Quran yang dapat dijadikan terapi kegundahan hati, sebagai obat pelipur jiwa dan penenang kalbu, berikut beberapa petikannya :


KENAPA AKU DIUJI?
Surat Al-Ankabut: 2-3
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) hanya dengan mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?Dan sesungguhnya, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia pasti mengetahui orang-orang yang dusta.”


KENAPA AKU TIDAK MENDAPATKAN APA YANG AKUIDAM-IDAMKAN?
Surah Al-Baqarah ayat 216
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”


KENAPA UJIAN SEBERAT INI?
Surah Al-Baqarah ayat 286
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

BAGAIMANA MENYIKAPI RASA FRUSTASI?
Surah Al-Imran ayat 139
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”


SUNGGUH, AKU TAK DAPAT BERTAHAN LAGI...!!!!!
Surah Yusuf ayat 87
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan orang-orang yang kafir.”


BAGAIMANA AKU HARUS MENGHADAPI PERSOALAN HIDUP ?
Surah Al-Imran ayat 200
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”

APA SOLUSINYA?
Surah Al-Baqarah ayat 45-46
”Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”


SIAPA YANG MENOLONG DAN MELINDUNGIKU?
Surah Ali Imran: 173
“Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.”


KEPADA SIAPA AKU BERHARAP?
Surah At-Taubah ayat 129
“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.”


APA BALASAN ATAU HIKMAH DARI SEMUA INI?
Surah At-Taubah ayat 111
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.”


Pusat Hentian Kajang, 12.38 PM, 27 November 2006
(Rahmawati Latief)


Tulisan ini didedikasikan kepada seluruh pekerja muslimah Indonesia di Malaysia, semoga tetap tabah menghadapi ujian, cobaan dan tantangan hidup. Insha Allah, Allah bersama kalian. My du’a is still with us. Allahummamien.

Tulisan ini telah dipublish pada buletin YASMIN FOKMA di Malaysia pada edisi Maret - April 2007


Referensi :

a. Al-Quranul Karim
b. Syeikh Imam Nawawi. 2000. Terjemahan Hadits-Hadits Arbain Nawawiyah. Solo: PT. Era Intermedia.
c. Tanpa nama, seseorang yang pernah memforward file RENUNGAN ke Milist PPI UKM.
d. http://www.sydneymuslimyouth.com
posted by Ummu Hani @ 4:42 AM   4 comments
Alhamdulillah, Saya pulang...
Alhamdulillah, akhirnya saya pulang ke my virtual diary..karena banyak yang 'protes' untuk nulis kembali akhirnya saya datang...:), really, Im so busy after did my hajj at Saudi Arabia in the last year. That's way, I rarely up date my blog. Bukan karena nggak ada waktu tapi ada skala prioritas, saat ini pun saya lagi menyelesaikan thesis yang rencananya mesti disubmit pertengahan tahun ini. Insha Allah.
Disamping itu, ada beberapa kegiatan dakwah yang mesti diselesaikan bersamaan dengan thesis dan juga rencana pengiriman artikel ke majalah2 di Malaysia pun mesti ditunaikan. Belum lagi, konsultasi dengan professor di IIUM (International Islamic University of Malaysia) mesti saya lakukan untuk mendapatkan ilmu tentang basic Islamic communication, and then I will plan to meet to one professor in NTU (Nanyang Technological Univ) di Singapore untuk discuss tentang subject media management di Dept Mass Communication, belum lagi agenda searching mahad ilmu syar'i di Malaysia juga masih tertunda, dan mungkin yang terakhir, preparation to Arkansas University USA untuk kegiatan Leadership and Language selama 2,5. Sejak bulan January ini, saya sudah dianjurkan berangkat tetapi tetap tertunda karena masalah thesis..dan ada plan untuk terbitkan buku tahun ini, agenda yang sudah tertunda 3 tahun lamanya, saya udah buat draftnya, tapi masih aja tertunda..
Semua kegiatan diatas, insha allah, manfaatnya buat ummat dan terkhusus buat saya, jadi pls forgive me if i rarely up date my blog..maybe in the next time i have to write steadily..insha allah. .saya juga rencananya mau memforward materi kepenulisan di blog ini, semoga berguna, dan mudah-mudahan kita bisa sharing bersama. Amien
Ummu Hani
UKM's library
7.34 pm
posted by Ummu Hani @ 4:13 AM   0 comments
Wednesday, November 29, 2006
Pamit...
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh


Sahabat Pembaca, Insha Allah saya akan off duty sebagai blogger selama 1,5 bulan sebab ada proyek spiritual yang mesti saya lakukan yang mana jadwal kegiatannya sangat sakral, padat dan semoga berberkah. Allahumaamien. Bagi yang ingin bersilaturahmi, berdiskusi Insha Allah kita dapat berjumpa kembali pada pertengahan Januari 2007. Semoga persaudaraan ini tetap terjalin dan abadi karena Allah Subhanahuwataala.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Ummu Hani, Selangor Malaysia.
posted by Ummu Hani @ 3:09 AM   0 comments
Thursday, November 23, 2006
Nasheed
Allah is enough for me
by Zaïn Bhikha



When he was placed in the well
or locked in the dungeon
betrayed by his own flesh and blood
convicted of what he did not
handsome Yusuf sighed
Allah is enough for me!


Taken in as a slave
made to work night and day
resisting all temptation
Allah is enough for me!


Until the king had a dream
Many hard years had gone by
patience and repentance
Allah is enough for me!


Till...the fortunate day
there he sees his father
in the land of content
Allah is enough for me!
Handsome Yusuf cried
Allah is enough for me!


Every night brings a new day
Allah alleviates all pain
Everything has its end
Allah is enough for me!
Everything has its end
Allah is enough for me!
Allah is enough for me!

its source : Here
posted by Ummu Hani @ 5:07 AM   1 comments
Tuesday, November 14, 2006
UNTUK PEREMPUAN; Sepatah Petuah di Hari Raya
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh



Sahabat Pembaca,
kali ini saya tidak menulis, tetapi menforwardkan artikel yang ditulis oleh teman-teman kami di INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization), sebuah institusi yang membahas tema-tema pemikiran dan peradaban Islam. Kali ini ada dua tulisan tentang perempuan, kaum hawa, tema yang tak habis-habisnya dieksplorasi untuk didiskusikan. Mudah-mudahan artikel ini bermanfaat.

UNTUK PEREMPUAN; Sepatah Petuah di Hari Raya
Oleh : Nidlol Masyhud*


Di suatu momen di pagi Hari Raya, Rasulullah saw menyempatkan diri untuk menghampiri jamaah wanita Shalat `Id di lapangan. Beliau lantas memberikan sebuah petuah, "Yâ ma`syara'n nisâ'… tashaddaqna! Fainnî ra'aitukunna aktsara ahli'n nâr." ("Wahai para wanita, gemarlah bersedekah! Sebab aku telah melihat bahwa kalianlah penduduk neraka yang paling banyak."). Mendadak para jamaah itu bertanya balik kepada Rasul, "Kenapa bisa begitu wahai Rasulullah?" . Jawab Rasul, "tuktsirna'l la`na, wa takfurna'l `asyîr" ("Karena kalian suka melontarkan kutukan dan mengingkari kebaikan orang").

Rasul lalu melanjutkan, "mâ ra'aitu min nâqishâti `aqlin wa dîn adzhaba li lubbi rajulin hâzimin min ihdâkunna" ("Aku tidak menemukan orang seperti kalian, yang meskipun kurang secara akal dan agama tapi bisa mengalahkan keteguhan seorang lelaki yang tegar."). Para jamaah kembali bertanya balik, "Di mana letak kekurangan akal dan agama kami wahai Rasulullah?" . Rasul menjawab seraya bertanya, "Bukankah persaksian seorang wanita setara dengan separoh persaksian laki-laki?". "Betul!" sahut mereka. "Itulah wujud kurangnya akal." Kemudian Rasul bertanya lagi, "Bukankah ketika wanita sedang haidl, ia tidak sholat dan tidak puasa?". "Betul!" jawab mereka. "Itulah wujud kurangnya agama."

Hadits muttafaq `alaih riwayat Abu Sa'id, Ibnu Umar, dan Abu Hurairah radliyallâhu `anhum ini di zaman kontemporer sering menjadi poros pertentangan banyak kalangan. Poin paling utama yang dipertentangkan adalah stratemen Rasulullah saw di atas yang tegas-tegas menyatakan bahwa dibanding laki-laki, perempuan memiliki kekurangan secara akal maupun agama. Kekurangan secara akal, ditandai oleh kenyataan bahwa ketika menetapkan syariat persaksian (khususnya dalam persaksian hutang), Allah menyetarakan persaksian seorang wanita dengan separoh persaksian laki-laki. Sedangkan kekurangan secara agama, tampak nyata dalam perbandingan kuantitas amalan sholat dan puasa antara laki-laki dan perempuan ketika masa-masa datang bulan. Statemen yang sangat jelas ini sering diingkari dengan dalih bahwa hal itu merupakan penghinaan nyata terhadap harkat dan martabat perempuan. Juga karena hal itu bertentangan dengan semangat `kesetaraan jender'. Padahal dalam hadits di atas, Rasulullah saw menjelaskan bahwa kekurangan akal dan agama tersebut adalah kekurangan yang sifatnya alami (karena faktor fisiologi), dan beliau sama sekali tidak mencela para perempuan karena kedua kekurangan ini. Para perempuan yang disebutkan itu masuk neraka juga bukan gara-gara kedua kekurangan tadi, akan tetapi karena kegemaran mereka untuk melontarkan kutukan dan karena mereka suka mengingkari kebaikan orang. Juga karena tabiat ketiga perempuan yang sebentar lagi akan kita singgung dalam tuliusan ini.

Yang cukup ironis, perdebatan kusir zaman ini mengenai benar-tidaknya statamen argumentatif Rasulullah tersebut, ternyata cukup membuat kandungan utama hadits fi`ly sekaligus qawly di atas menjadi terlupakan dan tak lagi mendapat perhatian. Orang lebih kerap berdebat mengenai benar tidaknya kekurangan akal perempuan dibanding laki-laki. Sebagian berusaha membantah statemen Rasulullah di atas dengan mengatakan bahwa secara faktual di sekolah-sekolah dan tempat-tempat kerja, banyak perempuan yang lebih cerdas dari rekan-rekannya yang laki-laki. Sebagian lain, berusaha mentakwil kandungan hadits di atas dengan menyatakan bahwa saat itu Rasulullah hanya bergurau dan sedang bercanda. Bahkan sebagian yang lain, menolak mentah-mentah hadits tersebut atau mempersempit cakrawalanya dengan mengklaim bahwa statamen itu adalah bias budaya patriarkis yang telah memasung martabat perempuan.

Padahal statemen tersebut adalah penilaian secara umum dan rata-rata. Sehingga bisa saja ada wanita-wanita tertentu yang lebih unggul akalnya dibanding banyak lelaki. Tapi tetap saja ada banyak lelaki lain di dunia yang lebih unggul dari wanita tersebut. Sebagaimana Maryam binti Imron adalah wanita pilihan di seantero jagad manusia dan kedudukan serta akalnya jauh lebih râjih dibanding banyak laki-laki. Akan tetapi, beliau masihlah tidak sebanding dengan para nabi dan rasul yang semuanya laki-laki. Kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki adalah kelebihan natural yang memang dianugerahkan oleh Allah semenjak awal, sebagaimana Allah melebihkan fisik Kaum `Ad, nasib Bani Israel, dan daya hafal Bangsa Arab. Begitu juga kelebihan orang dewasa dibanding anak-anak. Semua ini adalah wujud anugerah yang sama-sekali tidak mengurangi nilai keadilan. Apalagi, segala kelebihan ini juga adalah nikmat yang harus disyukuri dan disalurkan dalam ketaatan, seperti kata Nabi Sulaiman as, "liyabluwanî a'asykuru am akfuru". Di sisi lain, perempuan juga memiliki kelebihan-kelebihan unik yang tidak dipunyai oleh laki-laki. Jadi segala natur ciptaan Allah dan segala butir aturan syariat-Nya ini telah tersusun secara proporsional, kompak, hikmah, dan saling melengkapi.

Rasulullah saw ketika momen Hari Raya tersebut juga tidak mungkin sedang bergurau atau bercanda. Sebab konteks hadits tersebut adalah konteks pemberian nasehat dan peringatan akan api neraka. Kalaupun sedang bergurau, tentu juga sudah maklum bahwa Rasul tidak pernah bergurau dengan hal-hal yang mengandung kebohongan. Menganggap budaya patriarkis sebagai budaya yang memasung martabat perempuan (bukan menempatkan perempuan pada posisi yang semestinya) juga adalah argumentasi rapuh yang dibangun di atas asumsi non-analitis yang sama sekali tidak aksiomatis. Di sini lain, sangkalan ini juga sebenarnya hanya sekedar pengalihan gawang dari titik pertentangan yang sesungguhnya. Kembali ke poin saya di awal. Gara-gara perdebatan mengenai "kekurangan akal" tersebut, banyak kalangan yang justru melalaikan kandungan utama dari hadits di atas. Padahal hadits ini memuat petuah profetik yang sangat signifikan bagi kaum perempuan. Rasulullah menjelaskan bahwa ada tiga tabiat jelek yang kerap mengjangkiti perempuan dan berpotensi untuk menjadi faktor yang akan mengantarkannya pada pintu neraka. Ketiga faktor itu adalah (1) iktsâru'l la`nah, (2) kufrânu'n ni`mah, dan (3) iftitânu'r rijâl. Tingkat kesempurnaan perempuan juga bisa diukur dari seberapa kecil ketiga tabiat ini tersemat dalam dirinya. Yang pertama artinya suka mencela, mencibir, mencerca, mengutuk, dan melontarkan sumpah serapah. Yang kedua artinya suka mengingkari pemberian dan kebaikan yang sudah diberikan oleh orang lain, terutama suaminya. Seperti disinggung oleh hadits lain di Shahîh Bukhâry, banyak kalangan istri yang suaminya sudah sedemikian rupa berkorban dan berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik baginya, namun ia justru menyangkal dengan mengatakan "kamu belum memberiku apa-apa!". Sedangkan faktor ketiga adalah bahwa dengan segala kekurangannya secara intelektual maupuan agama, perempuan memiliki `daya pikat' dan `kekuatan rayu' yang sangat besar yang mampu meruntuhkan pertahanan seorang laki-laki, yang tegar sekalipun. Ketika potensi ini digunakan oleh perempuan untuk menggelincirkan laki-laki sehingga melakukan perbuatan tercela atau melalaikan kewajiban utama, maka tentu saja potensi rayu ini akan berpulang menjadi faktor bencana bagi perempuan itu sendiri dan mengantarkannya ke pintu neraka.

Itulah tiga karakter yang rawan menjadi faktor bencana bagi perempuan. Tapi Islam bukan agama yang compang-camping. Bukan juga syariat yang menyulitkan atau aturan yang memberi beban. Tatanan sistem samawi yang bersumber dari Tuhan yang Mahakasih, Mahaadil, dan Mahatahu ini tentu sudah tersusun secara cermat dan seimbang. Kekurangan-kekurang an perempuan di atas, ditutupi oleh pemberian pahala yang amat besar untuk hal-hal yang sederhana atau biasa dilakukan. Kesabaran perempuan ketika mengandung dan merawat anak, adalah ibadah besar yang membuat seorang ibu memperoleh hak balas tiga kali lipat dibanding seorang bapak. Ketaatan seorang istri terhadap suaminya, juga merupakan ibadah utama yang seperti dinyatakan Rasulullah, "ta`dilu dzâlika kullahu!", artinya setara dengan ibadah-ibadah haji, jamaah, dan jihad di sabilillah. Padahal, mentaati suami dan memelihara anak adalah aktifitas tradisional yang memang biasa dilakukan oleh perempuan, dengan maupun tanpa agama.

Selain itu, dalam hadits di atas Rasulullah memberikan sebuah resep canggih yang bisa menutupi ketiga potensi negatif perempuan tadi, yaitu "banyak bersedekah". Dalam riwayat Muslim ditambahkan frase "dan banyaklah beristighfar" . Sedekah ini mencakup sedekah harta, tenaga, ucapan, doa, nasehat, perhatian, dzikir, shalat sunat, dan sebagainya. Sedekah ini sekilas kelihatan sepele, tapi ia sebenarnya memiliki nilai yang amat tinggi. Seperti sabda Rasul, "ash-shadaqatu tuthfi'u'l khathâyâ kamâ yuthfi'u'l mâ'u'n nâr". Kita pun menyaksikan, bahwa rata-rata perempuan yang gemar bersedekah dan membantu orang papa, adalah juga perempuan-perempuan tangguh yang tidak lagi "gemar mengutuk", tidak lagi "mengingkari kebaikan", dan tidak lagi "suka merayu". Itulah yang dicontohkan oleh wanita-wanita sempurna seperti Maryam, Asiyah, dan Khadijah. Itupula yang kemudian dipraktekkan oleh para shahabiyat ketika mendengar petuah Rasulullah di atas. Itu pula yang sedang ingin saya sampaikan kepada para pembaca. Meskipun saya juga maklum, bahwa tulisan ini akan lebih banyak dibaca oleh laki-laki. Akhirnya, saya harus mengakhiri tulisan ini dengan berharap semoga momen Syawal tahun ini bisa menjadi momen bagi terbukanya curahan rahmat dan maghfirah dari Allah Ta'ala kepada kita. Amin.

* anggota ICMI


Komentar :
Artikel ini menarik, tetapi ada yang lebih menarik perhatian saya dalam kata-kata tiga baris terakhir dari tulisan ini "Meskipun saya juga maklum, bahwa tulisan ini akan lebih banyak dibaca oleh laki-laki". Pernyataan ini menarik, sebab secara tidak langsung hal ini telah mengindikasikan bahwa perempuan masih 'malas' membaca tentang dirinya dan kehidupannya. Semoga tidak seperti itu.

Oh ya, saya membuka babak diskusi untuk artikel ini, silahkan sahabat pembaca mengapresiasi tulisan ini dengan memberikan komentar,tanggapan, kritikan atau mungkin penjelsan tambahan. Kalau ada komentar atau analisis yang memerlukan jawaban langsung dari penulisnya, insha allah, saya bisa melinkkan dengan beliau.

Komentar anda bisa dituliskan dalam rubrik comment.
Terima Kasih
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Ummu Hani, Kajang Selangor Darul Ehsan Malaysia.
posted by Ummu Hani @ 10:51 PM   1 comments
Kisah Cinta yang Mengharu Biru (True Story)
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Sahabat Pembaca, artikel ini merupakan kisah nyata. Sebuah kisah pernikahan Prof. Dr. Mamduh Hasan Al-Ganzouri dengan Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz yang penuh dengan perjuangan, tantangan menghadang untuk sebuah tujuan mulia untuk mengabadikan cinta mereka di jalan Allah. Mereka berusaha tegar, berusaha sabar, dan tidak henti-hentinya meraih obsesi untuk kemaslahatan ummat ditengah penderitaan mereka. Roda kehidupan selalu berputar, demikian pula penderitaan mereka, Alhamdulillah, kini kebahagiaan mereka peroleh. Membaca kisah ini, nyaris saya membaca sebuah novel cinta, tetapi sungguh kisah mereka melebihi kisah di novel cinta. Insha allah, kisah ini cinta ini adalah nyata dan menyentuh hati. Saya harap kisah ini membawa hikmah dan perenungan buat kita semua. Amien.
Selamat Menikmati.


Ketika Derita Mengabadikan Cinta


"Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr. Mamduh Hasan Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan Dikrektur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua mempelai.


Kepada Professor dipersilahkan. .."Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai Nil, Kairo.Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering nongol di televisi itu.Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu...

Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu'ala Rasulillah, amma ba'du. Sebelumnya saya mohon ma'af , saya tidak bisa memberi nasihat lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita...Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya, yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. Harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah mutiaranya dan buanglah lumpurnya.Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras, melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.

Tiga puluh tahun yang lalu ...Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan menengah ke atas. Ayah saya seorang perwira tinggi, keturunan "Pasha" yang terhormat di negeri ini. Ibu saya tak kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga aristokrat terkemuka di Ma'adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan Sorbonne yang memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik di negeri ini.Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup dalam suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan hidup sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat. Keluarga besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan aristokrat atau kalangan high class yang sepadan!Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini.

Saya merasa terkukung dan terbelenggu dengan strata sosial yang didewa-dewakan keluarga. Saya tidak merasakan benar hidup yang saya cari. Saya lebih merasa hidup justru saat bergaul dengan teman-teman dari kalangan bawah yang menghadapi hidup dengan penuh rintangan dan perjuangan. Hal ini ternyata membuat gusar keluarga saya, mereka menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status sosial keluarga. Pergaulan saya dengan orang yang selalu basah keringat dalam mencari pengganjal perut dianggap memalukan keluarga. Namun saya tidak peduli. Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar dari kakek, dan ibu mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka kami hidup mewah dengan selera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa berlibur ke luar negri, ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia lainnya. Jika berlibur di dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka pilihan keluarga kami adalah hotel San Stefano atau hotel mewah di Montaza yang berdekatan dengan istana Raja Faruq.

Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah. Berkali-kali saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para dosen. Tetapi beliau menolak mentah-mentah."Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja" tegas ayah.Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati, saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah. Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang penuh pesona lahir batin. Saya tertarik dengan kesederhanaan, kesahajaan, dan kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan wajahnya saya menangkap dalam relung hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara. Kecantikan dan kecerdasannya sangat menajubkan. Ia gadis yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.

Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa telah menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk menempatkan cinta ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu ikatan pernikahan. Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di fakultas. Maka datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua menjadi kenyataan. Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang lurus.Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu, dan saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan, kelembutan, dan kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian serta tutur bahasanya yang halus.Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan membanting gelas yang ada di dekatnya.

Bahkan beliau mengultimatum: Pernikahan ini tidak boleh terjadi selamanya!Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak saya nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin yang tak terkira.Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang cukur....tukang cukur, ya... sekali lagi tukang cukur! Saya katakan dengan bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki sejati. Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya dengan baik kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi yang tak banyak dilakukan para bangsawan "Pasha". Lewat tangannya ia lahirkan tiga dokter, seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun dia sama sekali tidak mengecap bangku pendidikan.Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri sendiri, tidak ada yang membela.

Pada saat yang sama adik saya membawa pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui. Ayah ibu langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya sebesar 500 ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada perlakuan tidak adil seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di jalan yang lurus tidak direstui, sedangkan adik saya yang jelas-jelas telah berzina, bergonta-ganti pacar dan akhirnya menghamili pacarnya yang entah yang ke berapa di luar akad nikah malah direstui dan diberi fasilitas maha besar? Dengan enteng ayah menjawab. "Karena kamu memilih pasangan hidup dari strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar adik kamu yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat keluarga besar Al Ganzouri."Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan ayah saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda kiamat sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi, namun yang jelas berzina justru difasilitasi.

Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan hidup saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan pasangan bercinta pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa-apa selain menikah dan hidup baik-baik sesuai dengan tuntunan suci yang saya yakini kebenarannya. Itu saja.Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya. Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dengan harapan beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la haula wala quwwata illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-mentah untuk mengawinkan putrinya dengan saya. Ternyata beliau menjawabnya dengan reaksi lebih keras, beliau tidak menganggapnya sebagai anak jika tetap nekad menikah dengan saya. Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa.

Keluarga saya menolak pernikahan ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan keluarga dia menolak karena alasan membela kehormatan.Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, beratap dan bertanya kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta?Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor ma'dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku. Kami berikan identitas kami dan kami minta ma'dzun untuk melaksanakan akad nikah kami secara syari'ah mengikuti mahzab imam Hanafi.

Ketika Ma'dzun menuntun saya, "Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya terima nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan mahar yang kita sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam Abu Hanifah."Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air mata 3 sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah itu. Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah di mata Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir.Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah kami membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata.

Begitu mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah. Mobil dan segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar ongkos akad nikah di kantor ma'dzun.Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih tragis lagi ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak 2 pound, tak lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!!Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua bertemu di jalan layaknya gelandangan.

Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara campur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang , rasa berdaya dan hidup menjalari sukma kami."Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini. Maafkan Kanda!""Tidak... Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar. Kita telah berpikir benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak bisa menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berpikir anak kecil. Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah. Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini.Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama kanda tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan buktikan kepada mereka bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan keyakinan cinta kita. Suatu ketika saat kita gapai kejayaan itu kita ulurkan tangan kita dan kita berikan senyum kita pada mereka dan mereka akan menangis haru.Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita kita saat ini," jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan.Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah rasa optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi teringat bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter. Dan sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan menerima penghargaan dan uang sebanyak 40 pound.

Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk di emperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa. Dalam kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang juga. Dengan sisa uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah toko selama 24 jam.Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman sebanyak 50 pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya yang murah.Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami disadarkan kembali bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus mengarunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta, kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah SWT.Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra Khaimah. Bagi kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin dipandang sepantasnya adalah untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan rumah binatang kesayangan mereka mungkin lebih bagus dari rumah kontrakan kami. Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu, jika seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia bagai mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah sedang membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang jaminan dan uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja untuk 3 bulan.Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu kami pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tak lebih dari sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua kursi dan satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua cangkir dari tanah, itu saja... tak lebih.Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa tetap bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta? Hidup bahagia adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang di dunia merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah menjanjikan cinta.Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah untuk memberikan gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah di surga. Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih nikmat dari semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan. Yang paling nikmat adalah cinta yang diberikan oleh Allah kepada penghuni surga , saat Allah memperlihatkan wajah-Nya. Dan tidak semua penghuni surga berhak menikmati indahnya wajah Allah SWT. Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang berhak memperoleh segala cinta di surga.

Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus mendekatkan diri kepada-Nya. Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur'an, lalu memakai jilbab, dan tiada putus shalat malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi'ah Adawiyah yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan. Pada waktu siang ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan. Ia memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat, ia bertekad untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun, kecuali Allah SWT. Dia juga seorang wanita yang pandai mengatur keuangan. Uang sewa sebanyak 25 poud yang tersisa setelah membayar sewa rumah cukup untuk makan dan transportasi selama sebulan.Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan kamipun mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan dan derita hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-sampai ada yang bilang tanpa disengaja,"Ah, kami kira para dokter itu pasti kaya semua, ternyata ada juga yang melarat sengsara seperti Mamduh dan isterinya."Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi nestapa kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan kecil layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri agar menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami memang dokter yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter. Ada yang membantu membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan pertolongan- pertolongan mereka. Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan yang kami terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan tidak terpanggil sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami. Yang lebih menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.

Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami digedor dan didobrak oleh 4 bajingan kiriman ayah saya. Mereka merusak segala perkakas yang ada. Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan, begitu juga dengan kursi. Kasur tempat kami tidur satu-satunya mereka robek-robek. Mereka mengancam dan memaki kami dengan kata-kata kasar. Lalu mereka keluar dengan ancaman, "Kalian tak akan hidup tenang, karena berani menentang Tuan Pasha."Yang mereka maksudkan dengan Tuan "Pasha" adalah ayah saya yang kala itu pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat bajingan itu pergi. Kami berdua berpelukan, menangis bareng berbagi nestapa dan membangun kekuatan. Lalu kami tata kembali rumah yang hancur. Kami kumpulkan lagi kapas-kapas yang berserakan, kami masukan lagi ke dalam kasur dan kami jahit kasur yang sobek-sobek tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku yang berantakan. Meja dan kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki. Lalu kami tertidur kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah eratnya genggaman inilah sumber rasa aman dan kebahagiaan yang meringankan intimidasi hidup ini.Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah merancang skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan tuduhan wanita tuna susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di negeri ini. Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada di telapak kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah mendengar hal itu.Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak mengurungkan niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman karibku berhasil memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya agar menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak menjalankan skenario itu , sebab kalau itu terjadi pasti pemberontakan saya akan menjadi lebih keras dan bisa berbuat lebih nekad.Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil meminta beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku.

Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu, sampai ayah turun marahnya dan melupakan rencana kejamnya. Sementara saya bisa mempersiapkan segala sesuatu lebih matang.Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu tahun penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya takutkan, tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6 pound setiap bulan. Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang sangat saya cintai. Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur karena memikirkan keselamatan isteri tercinta.Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah yang menjaga keselamatan hamba-hamba- Nya yang beriman. Isteri saya hidup selamat bahkan dia mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik kesehatan dekat rumah kami. Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah SWT.Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu kepada kekasih hati.

Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan pendamping setia & lepas dari belenggu derita:Sambil menatap kaki langitKukatakan kepadanyaDi sana... di atas lautan pasir kita akan berbaringDan tidur nyenyak sampai subuh tibaBukan karna ketiadaan kata-kataTapi karena kupu-kupu kelelahanAkan tidur di atas bibir kitaBesok, oh cintaku... besokKita akan bangun pagi sekaliDengan para pelaut dan perahu layar merekaDan akan terbang bersama anginSeperti burung-burungYah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk program Magister bersama!"Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu. Bagaimana tidak...ini adalah saat paling tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan. Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar Magister dan menjawab logika yang saya tolak:"Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan biaya, kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta dalam kebahagiaan.

Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah kita."Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan kekuatan jiwanya.Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan, sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek, buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya dengan roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari awal pernikahan kami. Malam hari kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami adalah air keran.Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami belajar bersama dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak terperikan, kami obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah. Terpaksa uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu, terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan.Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia.

Kami tidak pernah menyesal atau mengeluh sedikitpun. Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh, menagis dan sedih ataupun marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis, itu bukan karena menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan.Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya.Timbal balik perasaan ini ternya menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta yang mendalam padanya.

Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini. "Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..." bisiknya mesra sambil tersenyum.Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara. Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam hidup kami.Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga.

Setelah usaha keras, kami berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah, merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan lezat.Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di Heliopolis, Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki rumah yang layak. Tetapi istriku memang 'edan'. Ia kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London, juga dengan logika yang sulit saya tolak:"Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah menyediakan dana tambahan."Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London. Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai dia dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan.

Lima tahun setelah itu, kami pindah kembali ke Kairo setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram. Kami kembali laksana raja dan permaisurinya yang pulang dari lawatan keliling dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah swt dan bertambahlan rasa cinta kami.Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup.

Jika hadirin sekalian ingin tahu istri saleha yang saya cintai dan mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu, tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz..."Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru. Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru kedua mempelai, dan segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.


Sumber : Milist daarut-tauhiid@yahoogroups.com, yang telah diforward ke milist ppi_ukm@yahoogroups.com


Komentar :
Cinta di jalan Allah selalu memerlukan perjuangan, tidak mudah untuk mewujudkannya kecuali bagi orang-orang yang istiqomah, beriman dan bertakwa. Kisah ini adalah kisah yang sangat menggugah bagi mereka yang akan menikah, yang sudah menikah atau yang sudah menikah tapi ingin menikah lagi. Spirit perjuangan dan kemampuan berkorban untuk meniti cinta yang diridhoi Allah, patut kita teladani. Ketika kita memutuskan untuk mencintai Allah secara kaffah, itu berarti apapun penghalangnya mesti disingkirkan demi meraih cinta yang sejati dan hakiki.

Bagi pembaca yang ingin berkomentar, silahkan ke rubrik comment.
Terima Kasih
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Ummu Hani
Kajang, Selangor, Darul Ehsan, Malaysia.
posted by Ummu Hani @ 8:18 AM   1 comments
about me
My Photo
Name:
Location: Kajang, Selangor, Malaysia

A servant of Allah, a Muslim Woman, Dakwah Activist, University tutor, Master students, love writing and cooking :)

Udah Lewat
Archives
sutbok
Friends
Links
Template by
Blogger Templates
© ~~ Secercah Cahaya Bagi Sesama ~~